A. Anatomi Saraf Radialis
Saraf radialis merupakan cabang
yang terbesar dari plexus brachialis. Nervus radialis ini dimulai
pada batas bawah m. pectoralis minor sebagai kelanjutan langsung dari fasiculus
posterior dan serabut-serabunya dari 3 segmen cervical yang terahir
serta dari segmen thoracal pertama medulla spinalis. Selama
berjalan turun sepanjang lengan, nervus radialis ini menyertai arteri
profunda dibelakang dan disekitar humerus serta didalam sulkus
musculospiralis. (gambar 2.2)
B. Area sensorik dan motorik
Cabang-cabang
motorik dalam lengan mensyarafi m. triseps, m. anconeus dan bagian supinator-extensor
dari otot lengan bawah. Cabang-cabang motorik dalam lengan bawah
diperoleh dari nervus radialis profunda yang berjalan kebagian lainnya
dari kelompok supinator-extensor lengan bawah (lihat gambar 2.3).
Cabang-cabang sensorik yang memberikan inervasi ke daerah-daerah kulit
meliputi nervus cutaneus brachialis posterior yang menuju ke sisi dorsal
lengan. Nervus cutaneus antebracialis posterior ke permukaan dorsal
lengan bawah, dan nervus radialis superficialis ke sisi dorsal bagian
radialis tengah (lihat gambar 2.4) (Chusid, 1990).
Tabel-1. Perkiraan level percabangan
untuk masing-masing otot Level
|
Nama otot
|
1. Tepi bawah aksila
|
M.triseps
|
2. Antara septum
intermuskularis lateralis dan percabangannya menjadi rofunda dan superfisial
|
M.brakhioradialis
M.ekstensor korpi radialis longus
|
3. Antara percabangan
dan tempat masuk ada m.supinator
|
M.ekstensor karpi radialis brevia
M.supinator
|
4. Distal dari M.supinator
|
M.ekstensor digitorum communis
M.ekstensor digiti quinti
M.ekstensor karpi ulnaris
M.ekstensor pollicis longus
M.ekstensor pollicis brevis
M.ekstensor indicis
M.abduktor pollicis longus
|
C. Etiologi
Nervus radialis
merupakan saraf perifer yang paling sering mengalami cidera. Saraf ini dapat
terkena pada lesi medulla spinalis bagian cervical dan plexus brachialis.
Trauma perifer dapat mengenai truncus atau sebagian cabang nervus, seperti
dislokasi bahu, fraktur humerus, pembentukan callus di sekitar fraktur, tekanan
yang timbul dari penopang (crutch) atau selama tidur, dalam keadaan anasthesia
atau mabuk (Saturday night palsy),
pukulan keras pada lengan, tuberkulosa tulang, tumor, syphilis (jarang), atau
pada fraktur collum radius. Neuritis infeksiosa atau toksik (alkohol, timbal,
arsen) dan polyneuritis yang mengenai nervus radialis juga dapat terjadi.
(Chusid, 1990).
D. Gambaran klinik
Menurut Chusid (1990), gambaran
klinik yang terjadi pada lesi saraf radialis adalah :
a.
Gejala motorik pada kelumpuhan nervus radialis yang
lengkap.
Paralisis otot ekstensor yaitu ketidakmampuan untuk
mengekstensikan ibu jari tangan phalangeal proksimal, pergelangan tangan dan
sendi siku, pronasi tangan dengan fleksi pergelangan tangan dan jari – jarinya
dalam posisi yang dinamakan wrist drop,
adduksi ibu jari tangan yang dapat mengganggu fleksi jari telunjuk dan
ketidakmampuan untuk mengenggam karena adanya wrist drop, yang mengganggu fungsi otot – otot flexor. Refleks –
refleks triceps, radialis, dan periosteal radialis tidak terdapat.
b.
Gangguan sensorik
Hilangnya sensorik ringan karena innervasi yang overlapping, paling menonjol pada
permukaan radialis dorsal tangan. Rasa nyeri jarang terdapat.
c.
Gangguan vasomotor dan sekresi
Gangguan ini tidak
terdapat atau sangat ringan.
d.
Atrofi otot
Atrofi otot terjadi dalam waktu 2 – 3 bulan dan dapat
nyata sekali pada bagian dorsum lengan bawah, kelumpuhan yang disebabkan
tekanan tidak memperlihatkan atrofi
e.
Lesi nervus radialis yang terjadi
1.
Di
bawah invervasi tricpes, kemampuan untuk mengekstensikan sendi di siku tetap
ada.
2.
Di
bawah cabang brachioradialis, sebagian dari kemampuan supinator tetap ada
3.
Pada
lengan bawah – dapat mengenai cabang – cabang ke kelompok otot yang kecil, otot
– otot ekstensor ibu jari tangan, otot – otot ekstensor jari telunjuk, otot –
otot ekstensor jari – jari lainnya dan m. ekstensor carpi ulnaris.
Pada dorsum
pergelangan tangan, hanya ditemukan hilangnya sensorik pada lengan.
f.
Lesi partial
Lesi –lesi partial nervus radialis di dalam lengan kadang
kala mengenai fasiculus yang menuju kelompok kelompok otot – otot kecil seperti yang disebutkan di
atas.
E. Klasifikasi Lesi Saraf Tepi
Menurut Seddon dan Hilary, penyebab lesi syaraf tepi menjadi 3 katagori :
a.
Neuropraxia
Kondisi dimana terjadi paralisis motorik dengan sedikit
atau tidak ada gangguan sensorik maupun fungsi otonom. Tidak terjadi gangguan
pada sel syaraf itu sendiri. Penyebabnya
adalah kompresi pada sel syaraf oleh
jaringan yang mengalami masalah. Dapat kembali seperti semula setelah pencetus
kompresi menghilang. (Seddon, 1989).
Menurut Hilarry (1990), neuropraxia hilangnya fungsi syaraf secara temporal tanpa adanya pada axon. Pada situasi ini stimulasi pada bagian distal dari cedera
mungkin menyebabkan kontraksi sedangkan stimulasi pada bagian proximal tidak
akan terjadi kontraksi. Bukanlah termasuk dari bagian Wallerian Degeneration.
Gambar 2.5
Neuropraxsia
(Kisner, 2007)
b.
Axonotmesis
Gangguan syaraf yang satu lebih berat dibandingkan dengan
neuropraxia. Kondisi dimana cedera
sel syaraf disertai gangguan pada axon tetapi
selubung schwan tetap terbelihara.
Motorik, sensoris dan otonom mengalami paralisis. Kesembuhan dapat dicapai
apabila hilangnya faktor pencetus kompresi pada sel syaraf dan tergantung dari
regenerasi axon. (Seddon, 1989).
Menurut Hilary (1990), terjadi gangguan total pada axon
dan selubung myelin dengan pemeliharaaan dari selubung neurolemma dan connective tissue stroma. Tidak ada
kontraksi bila diberikan stimulasi syaraf. Sebuah kontraksi hanya dapat
distimulasi melalui penggunaan long
duration pulse.
Gambar 2.6
Axonotmesis
(Kisner,
2007)
c.
Neurotmesis
Merupakan gangguan syaraf yang paling serius dibandingkan
neuropraxia dan axonotmesis. Sel syaraf dan selubung mengalami gangguan.
Walaupun penyembuhan kemungkinan terjadi. Hal tersebut tidak akan sempurna.
Menurut Hilary (1990), hilangnya kontinuitas dari seluruh
bagian sel syaraf diikuti seluruh bagian. Tidak ada respon stimulasi. Wallerian Degeneration mengambil tempat pada kasus ini. Secara umum sel
syaraf telah mengalami gangguan secara komplit dan serius.
Gambar 2.7
Neurotmesis
(Kisner, 2007)
F. Prognosis
Menurut Anderson
(1976), Stabilitas dari axon tergantung
pada hubungan dari cell body. Jika axon mengalami cedera dengan neurotmesis (ganggguan pada endoneural
continuity) ataupun dengan axonotmesis
(tidaka ada ada gangguan pada endoneural
continuity), degenerasi dari syaraf perifer terjadi ketika axon mulai mengalami gangguan. Hal ini
dimasukkan dalam jenis Wallerian
Degeneration.
Degenerasi pada
syaraf merupakan kondisi dimana gagalnya selubung myelin dan hancurnya cylinder axis, bersamaan dengan terjadinya
proses poliferasi yang dihasilkan oleh sel-sel Schwann dalam formasi dari neurolemmal
band dan penyusutan dari selubung endoneural. (Groeneworld, 1973)
Gracanin (1975)
berpendapat cedera pada axon akan
terkonduksi dalam 72 jam setelah cedera. Hilangnya konduksisitas atau daya
hantar dari axon terjadi 71 sampai 78
jam setelah cedera. 8 hari kemudian, terjadi kerusakan pada selubung myelin.
Perubahan kimia terjadi dalam selubung myelin disertai tidak tampaknya lipid.
Bagian ini terjadi selama 8-23 hari. 25 hari setelah bagian syaraf terdapat
perubahan proliferasi maksimal di sel Schwann
dari ujung peripheral dan sebuah peningkatan di RNA dan DNA terjadi.
Berubahan ini mulai terjadi minimal pada beberapa hari pertama.
Fragamentasi
dari motor end plate memerlukan waktu
32 setelah bagain syaraf tetapi mereka menahan excitabilitynya sampai dengan 10 hari. Gagalnya dari selubung axon dan myelin lebih cepat pada otot dibandingkan pada batang syaraf.
Degenerasi komplit biasanya terjadi dalam 2 minggu. Ketika degenerasi telah
selesai, EMG akan menampilkan potensial dari jaringan fibril. (Gracanin 1975)
Menurut Haslam (1973). Regenerasi saraf akan
terjadi pada axonotomesis dan pada neurotmesis jika terjadi good appositioning pada akhir sel saraf
dikarenakan operasi. Pada keadaan normal, biasanya pertumbuhan axon, mencapai
4-5 mm per hari. Jika terjadi trauma pada saraf tepi rata-rata perhari
regenerasi saraf terjadi 3 mm, dan 2 mm setelah dilakukan operasi. Rata-rata
regenerasi fungsional lebih lambat
dibandingkan perkembangan axon-axon.
Penurunan secara bertahap terjadi 0,5 mm per hari telah terjadi pada cidera
batang saraf. Rata-rata pertumbuhan pada tangan dan kaki terjadi 0,5 mm per
hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar