Jumat, 22 Agustus 2014

Saraf Tepi



A.      Anatomi  Saraf Radialis

Saraf radialis merupakan cabang yang terbesar dari plexus brachialis. Nervus radialis ini dimulai pada batas bawah m. pectoralis minor sebagai kelanjutan langsung dari fasiculus posterior dan serabut-serabunya dari 3 segmen cervical yang terahir serta dari segmen thoracal pertama medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan, nervus radialis ini menyertai arteri profunda dibelakang dan disekitar humerus serta didalam sulkus musculospiralis. (gambar 2.2)

B.       Area sensorik dan motorik

Cabang-cabang motorik dalam lengan mensyarafi m. triseps, m. anconeus dan bagian supinator-extensor dari otot lengan bawah. Cabang-cabang motorik dalam lengan bawah diperoleh dari nervus radialis profunda yang berjalan kebagian lainnya dari kelompok supinator-extensor lengan bawah (lihat gambar 2.3). Cabang-cabang sensorik yang memberikan inervasi ke daerah-daerah kulit meliputi nervus cutaneus brachialis posterior yang menuju ke sisi dorsal lengan. Nervus cutaneus antebracialis posterior ke permukaan dorsal lengan bawah, dan nervus radialis superficialis ke sisi dorsal bagian radialis tengah (lihat gambar 2.4) (Chusid, 1990).
Tabel-1. Perkiraan level percabangan untuk masing-masing otot Level
Nama otot
1.     Tepi bawah aksila
M.triseps
2.  Antara septum intermuskularis lateralis dan percabangannya menjadi rofunda dan superfisial
M.brakhioradialis
M.ekstensor korpi radialis longus
3.   Antara percabangan dan tempat masuk ada m.supinator
M.ekstensor karpi radialis brevia
M.supinator
4.     Distal dari M.supinator
M.ekstensor digitorum communis
M.ekstensor digiti quinti
M.ekstensor karpi ulnaris
M.ekstensor pollicis longus
M.ekstensor pollicis brevis
M.ekstensor indicis
M.abduktor pollicis longus

C.      Etiologi

Nervus radialis merupakan saraf perifer yang paling sering mengalami cidera. Saraf ini dapat terkena pada lesi medulla spinalis bagian cervical dan plexus brachialis. Trauma perifer dapat mengenai truncus atau sebagian cabang nervus, seperti dislokasi bahu, fraktur humerus, pembentukan callus di sekitar fraktur, tekanan yang timbul dari penopang (crutch) atau selama tidur, dalam keadaan anasthesia atau mabuk (Saturday night palsy), pukulan keras pada lengan, tuberkulosa tulang, tumor, syphilis (jarang), atau pada fraktur collum radius. Neuritis infeksiosa atau toksik (alkohol, timbal, arsen) dan polyneuritis yang mengenai nervus radialis juga dapat terjadi. (Chusid, 1990).

D.      Gambaran klinik

Menurut Chusid (1990), gambaran klinik yang terjadi pada lesi saraf radialis adalah :
a.      Gejala motorik pada kelumpuhan nervus radialis yang lengkap.
Paralisis otot ekstensor yaitu ketidakmampuan untuk mengekstensikan ibu jari tangan phalangeal proksimal, pergelangan tangan dan sendi siku, pronasi tangan dengan fleksi pergelangan tangan dan jari – jarinya dalam posisi yang dinamakan wrist drop, adduksi ibu jari tangan yang dapat mengganggu fleksi jari telunjuk dan ketidakmampuan untuk mengenggam karena adanya wrist drop, yang mengganggu fungsi otot – otot flexor. Refleks – refleks triceps, radialis, dan periosteal radialis tidak terdapat.
b.      Gangguan sensorik
Hilangnya sensorik ringan karena innervasi yang overlapping, paling menonjol pada permukaan radialis dorsal tangan. Rasa nyeri jarang terdapat.
c.       Gangguan vasomotor dan sekresi
Gangguan ini tidak terdapat atau sangat ringan.
d.      Atrofi otot
Atrofi otot terjadi dalam waktu 2 – 3 bulan dan dapat nyata sekali pada bagian dorsum lengan bawah, kelumpuhan yang disebabkan tekanan tidak memperlihatkan atrofi
e.       Lesi nervus radialis yang terjadi
1.      Di bawah invervasi tricpes, kemampuan untuk mengekstensikan sendi di siku tetap ada.
2.      Di bawah cabang brachioradialis, sebagian dari kemampuan supinator tetap ada
3.      Pada lengan bawah – dapat mengenai cabang – cabang ke kelompok otot yang kecil, otot – otot ekstensor ibu jari tangan, otot – otot ekstensor jari telunjuk, otot – otot ekstensor jari – jari lainnya dan m. ekstensor carpi ulnaris.
Pada dorsum pergelangan tangan, hanya ditemukan hilangnya sensorik pada lengan.
f.       Lesi partial
Lesi –lesi partial nervus radialis di dalam lengan kadang kala mengenai fasiculus yang menuju kelompok kelompok  otot – otot kecil seperti yang disebutkan di atas.

E.        Klasifikasi Lesi Saraf Tepi

Menurut Seddon dan Hilary, penyebab lesi syaraf tepi menjadi 3 katagori :
a.       Neuropraxia
Kondisi dimana terjadi paralisis motorik dengan sedikit atau tidak ada gangguan sensorik maupun fungsi otonom. Tidak terjadi gangguan pada sel syaraf  itu sendiri. Penyebabnya adalah kompresi pada sel syaraf  oleh jaringan yang mengalami masalah. Dapat kembali seperti semula setelah pencetus kompresi menghilang. (Seddon, 1989).
Menurut Hilarry (1990), neuropraxia hilangnya fungsi syaraf secara temporal  tanpa adanya pada axon. Pada situasi ini stimulasi pada bagian distal dari cedera mungkin menyebabkan kontraksi sedangkan stimulasi pada bagian proximal tidak akan terjadi kontraksi. Bukanlah termasuk dari bagian Wallerian Degeneration.
Gambar 2.5
Neuropraxsia
(Kisner, 2007)

b.      Axonotmesis
Gangguan syaraf yang satu lebih berat dibandingkan dengan neuropraxia. Kondisi dimana  cedera sel syaraf disertai gangguan pada axon tetapi selubung schwan tetap terbelihara. Motorik, sensoris dan otonom mengalami paralisis. Kesembuhan dapat dicapai apabila hilangnya faktor pencetus kompresi pada sel syaraf dan tergantung dari regenerasi axon. (Seddon, 1989).
Menurut Hilary (1990), terjadi gangguan total pada axon dan selubung myelin dengan pemeliharaaan dari selubung neurolemma dan connective tissue stroma. Tidak ada kontraksi bila diberikan stimulasi syaraf. Sebuah kontraksi hanya dapat distimulasi melalui penggunaan long duration pulse.

           
Gambar 2.6
Axonotmesis
(Kisner, 2007)


c.        Neurotmesis
Merupakan gangguan syaraf yang paling serius dibandingkan neuropraxia dan axonotmesis. Sel syaraf dan selubung mengalami gangguan. Walaupun penyembuhan kemungkinan terjadi. Hal tersebut tidak akan sempurna.
Menurut Hilary (1990), hilangnya kontinuitas dari seluruh bagian sel syaraf diikuti seluruh bagian. Tidak ada respon stimulasi. Wallerian Degeneration mengambil tempat pada kasus ini. Secara umum sel syaraf telah mengalami gangguan secara komplit dan serius.
 
Gambar 2.7
Neurotmesis
(Kisner, 2007)

F.            Prognosis

Menurut Anderson (1976), Stabilitas dari axon tergantung pada hubungan dari cell body. Jika axon  mengalami cedera dengan neurotmesis (ganggguan pada endoneural continuity) ataupun dengan axonotmesis (tidaka ada ada gangguan pada endoneural continuity), degenerasi dari syaraf perifer terjadi ketika axon mulai mengalami gangguan. Hal ini dimasukkan dalam jenis Wallerian Degeneration.
Degenerasi pada syaraf merupakan kondisi dimana gagalnya selubung myelin dan hancurnya cylinder axis, bersamaan dengan terjadinya proses poliferasi yang dihasilkan oleh sel-sel Schwann dalam formasi dari neurolemmal band dan penyusutan dari selubung endoneural. (Groeneworld, 1973)
Gracanin (1975) berpendapat cedera pada axon akan terkonduksi dalam 72 jam setelah cedera. Hilangnya konduksisitas atau daya hantar dari axon terjadi 71 sampai 78 jam setelah cedera. 8 hari kemudian, terjadi kerusakan pada selubung myelin. Perubahan kimia terjadi dalam selubung myelin disertai tidak tampaknya lipid. Bagian ini terjadi selama 8-23 hari. 25 hari setelah bagian syaraf terdapat perubahan proliferasi maksimal di sel Schwann dari ujung peripheral dan sebuah peningkatan di RNA dan DNA terjadi. Berubahan ini mulai terjadi minimal pada beberapa hari pertama.
Fragamentasi dari motor end plate memerlukan waktu 32 setelah bagain syaraf tetapi mereka menahan excitabilitynya sampai dengan 10 hari. Gagalnya dari selubung axon dan myelin lebih cepat pada otot dibandingkan pada batang syaraf. Degenerasi komplit biasanya terjadi dalam 2 minggu. Ketika degenerasi telah selesai, EMG akan menampilkan potensial dari jaringan fibril. (Gracanin 1975)
Menurut Haslam (1973). Regenerasi saraf akan terjadi pada axonotomesis dan pada neurotmesis jika terjadi good appositioning pada akhir sel saraf dikarenakan operasi. Pada keadaan normal, biasanya pertumbuhan axon, mencapai 4-5 mm per hari. Jika terjadi trauma pada saraf tepi rata-rata perhari regenerasi saraf terjadi 3 mm, dan 2 mm setelah dilakukan operasi. Rata-rata regenerasi fungsional  lebih lambat dibandingkan perkembangan axon-axon. Penurunan secara bertahap terjadi 0,5 mm per hari telah terjadi pada cidera batang saraf. Rata-rata pertumbuhan pada tangan dan kaki terjadi 0,5 mm per hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Physiotherapy management for COVID-19 in the acute hospital setting: clinical practice recommendations

Journal of Physiotherapy - (2020) - – - j o u r n a l h o m e p a g e : w w w. e l s ev i e r. c o m / l o c a t e / ...